Selasa, 24 Januari 2017

Ini Tentang Sahabat

Dia yang meninggalkan jejaknya pada kisah kehidupanku. Dia yang menatap sendu dibalik untaian senyum yang menghiasi. Dia yang menyediakan telinga untuk mendengarkan lantunan kata yang kuucap. Dia yang membuat simpul manis dibibirku. Dan dia yang selalu ada ketika aku merasa hampa.

Hatiku sungguh bagai rumah tak berpenghuni. Aku merasa bahwa dulu aku tak sehampa ini. Dulu, banyak gema tawa yang menghiasi. Langkah kaki yang saling mengejar dan air mataa yang tumpah ruah. Satu persatu mulai menemukan jati diri mereka. Mereka hanya meninggalkan jejak jejak manis yang selalu kuingat. Aku melihat mereka pergi. Tetapi tanganku tak sanggup menggapainya. Tanganku terlalu berat untuk mengayun. Dan pada saat yang sama ada desir suara berkata INI SAATNYA MEREKA PERGI.

Lenyap. Hilang sudah semuanya. Aku sendiri. Di sekelilingku banyak yang mencoba masuk dan berusaha membuat simpul sederhana di bibirku. Namun bibirku terlalu kaku. Tak dapat kutarik. Jika ku paksa maka hatiku akan sobek tak karuan. Aku mencari tempat bersinggah. Aku lelah berjalan menyusuri jejak jejak samar yang mereka tinggalkan. Aku ingin istirahat. Hanya itu.

Lalu dia datang. Lelaki sederhana yang ntah bagaimana berhasil menyusup dan menempati hatiku. Terkadang aku menyuruhnya keluar. Tetapi nyatanya? Dia berhasil duduk di singgasana dalam hatiku. Benar benar masuk dan seakan terkunci disana. Dia bukan kekasihku. Aku tak pernah mengharapkan itu. Tapi dia lebih dari seorang kekasih.

Dia seorang yang mengajakku melangkah dengan mantap. Dia yang mengajarkanku untuk tidak menundukan kepala. Dia yang menyadarkanku dalam semua keegoisanku. Dia. Dialah yang berhasil menarik simpul di bibirku. Tanpa kupaksa. Simpul itu benar benar terukir. Tullus.

Aku kembali pada diriku yang dulu. Tak sedikitpun merasa hampa. Aku dapat berbicara apapun padanya. Dia lelaki pengertian yang berusaha menurunkan egonya untuk berbicara denganku. Dia yang kembali menggemakan hatiku dengan suara tawa serta langkah kaki. 

Aku bercerita apapun tentang diriku. Tetapi, dia benar benar lelaku dengan sejuta rahasia. Aku berusaha bertanya. Aku berusaha mencari jati dirinya. Tetapi hasilnya sama. Hanya sepersekian persen yang kudapat. Aku tak tau banyak tentangnya. Pernah suatu saat aku merasa tak adil. Dia banyak mengetahui tentangku. Tidak. Kupikir terlalu banyak. Tapi tak sedikitpun aku tau tentangnya. Kupikir itu curang.

Aku benci rahasia. Aku menginginkan semua jawaban dari segala pertanyaan dalam benakku. Aku terus mencari dan mencari. Orang seperti apa lelaki ini? Dia benar benar membuatku merasa penasaran.

Sampai akhirnya aku berhenti mencari. Aku diam. Aku tak peduli tentang dirinya. Aku lebih memilih untuk tak mencari lagi. Rasa bosan dan lelah menyergapku. Tetapi aku sudah tak peduli. Karena dalam benakku aku berpikir bahwa hal itu tak penting. Dengan kehadirannya aku sudah bahagia. Tinggal waktu yang mengungkap segalanya.

Kami berteman. Mungkin lebih dari itu. Sahabat. Oh mungkin Mega Best Friend or Verry verry best friend? I dunno. Itu tak penting. Aku bahagia. Cukup buat aku bahagia dan bantu aku menjawab pertanyaan pertanyaan dalam hidupku. Dan kau selalu berada dalam singgasana hatiku.

Misteri tentangmu biar jadi tentangmu. Aku tak akan mencari tau lagi. Kau cukup datang dan jadilah orang menyebalkan. Hal itu selalu membuat simpul di bibirku. Jadilah dirimu sendiri. Tetapi jika kau bosan kau boleh pergi. Sama dengan orang orang yang dulu ku banggakan. Silahkan pergi. Karena kau datang bukan kutarik. Tapi kau datang seolah mengetuh diriku. Jadi pergilah tanpa memikirkanku. Tetapi jika kau memang ingin pergi kuharap kau meninggalkan pesan padaku. Jangan hanya meninggalkan sebuah jejak yang samar.

Aku lelah menyusuri jejak. Kuharap kau bisa berkata SELAMAT TINGGAL jika memang ingin pergi. Jadilah seorang lelaki baik untuk hati yang kausinggahi kelak. Jangan mengecewakan. Kau akan baik baik saja dengan hati yang baru.

Tetapi aku tak pernah mengharapkan kepergianmu. Benar benar tak pernah ada harapan untuk kau meninggalkanku. Kuharap semuanya akan sama walau waktu akan terus bergulir 1, 2 atau 10 tahun mendatang. Kau boleh cerita tentang rahasiamu padaku jika kau mau. Atau biarkan kau simpan saja semuanya. Aku tau suatu saat ada hati yang pantas kau beri tahu.

Jadilah dirimu sendiri saat bersamaku. Jika kau ingin menjadi orang lain silahkan. Tapi maaf aku akan menegurmu. Jangan gunakan topeng di hadapanku. Jika kau marah atau sedih jangan pura pura baik baik saja. Percayalah. Aku tau bagaimana perasaanmu. Aku memang diam. Aku tak membutuhkan penjelasanmu. Itu hakmu. Aku sudah berhenti mencari jati dirimu. Jadi tolong jadilah dirimu sendiri. Silahkan bersedih. Silahkan marah. Tapi jangan acuh.

Kau lihat betapa egoisnya aku? Aku egois. Ya memang. Tapi ada satu hal yang kau harus tau. Aku tak ingin kehilangan seseorang sepertimu. Ketika kau acuh aku rindu. Benar benar rindu akan tawa canda yang menggema. Tak perlu cerita apapun. Ingat, aku tak membutuhkan ceritamu.

Terimakasih karena telah mengisi kehampaan ini. Dan maaf atas segala keegoisaan dan segala kesalahan yang kubuat. Kamu benar benar penghangat dalam kegelapanku. Sepercik cahaya mungil yang menerangi setiap langkahku. Maaf dan terimakasih.