Sabtu, 29 Agustus 2015

Terjebak Ruang Rindu

Aku sudah melupakannya. Aku yakin itu. Hatiku tak pernah ragu. Dia bukan milikku. Untuk apa aku selalu menggenggnggam namannya, kenangannya dan segala tentangnya. Akan ku lepas dia dari dekapanku. Apa aku harus berkata lantang untuk melepaskan sesak karena mu?

Kamu lelaki tak tau diri. Kenapa harus menciptakan kenangan dalam hidupku? Kenapa aku? Atau hanya aku yang menganggapmu lebih? Apa kau memang membuat semua kenangan di hidup ribuan perempuan lain?

Aku yang bodoh atau kenanganmu yang terlalu kuat? Aku lelah. Aku lelah selalu mendekap namamu dalam hatiku. Kalau dipikir pikir, apa gunannya aku menjaga namamu agar tersimpan rapi di hatiku? Haha. Aku memang bodoh.

Awalnya semua hanya berjalan layaknya kau teman baruku dan aku teman barumu. Sesederhana itu kita berkenalan. Hanya sebatas nama yang tak berarti penting bagiku. Hanya sebatas orang asing yang mengisi hariku. Dan aku yakin ada ribuan orang asing yang ku kenal setiap harinya.

Kau tak begitu menarik perhatianku. Sikapmu yang selalu mengajakku bergurau hanya ku anggap sebatas itu. Namamu yang muncul di layar chat ku hanya ku anggap hal sepele. Ya itu yang terjadi selama berbulan bulan.  Aku ingat betul bagaimana kau mengajariku bahasa jawa.

Lelaki jawa tulen yang harus berhadapan denganku yang kental dengan bahasa indonesia. Kau selalu berkata aku harus bisa lancar berucap bahasa jawa. Awalnya aku menolak. Tapi caramu mengajariku bahasa jawa berhasil menarik sedikit rasa simpatiku pada sosokmu.

Sederhana ya caramu agar bisa dekat denganku. Ya sederhana. Dan dengan cara paling sederhana itulah aku mulai benar benar memperhatikan sosok lelaki jawa tulen itu. Hal hal sederhana yang kuanggap sepela benar benar menarik hatiku untuk menatap sosokmu.

Lambat laun ku biarkan hatiku berkelana dalam jiwamu. Mulai menelusur lebih jauh tentangmu. Perkenalan awal yang hanya sebatas nama mulai berarti untukku. Ntah bagaimana, lelaki jawa tulen sepertimu berhasil melekatkan hatiku pada sosokmu.

Begitu pandainya dirimu. Aku tak tahu harus berbuat apa saat hatiku direnggut. Aku nyaman. Aku takut kehilangan. Dan akhirnya.... Ku biarkan hati ini tertambat padamu.

Saat aku benar benar menambatkan hatiku pada jiwa mu. Kau mulai menutup diri. Menajuh dan semakin menjauh. Ntah. Aku tak tahu kemana kau akan meninggalkan hati ini.

Sekarang hatiku tak mempunyai tambatan. Kosong. Hanya ada sisa sisa kenangan yang sesekali aku putar saat rindu ini mulai sesak tak tertahankan.

Hening. Tak ada lagi ajaran bahasa jawa yang kau ajarkan. Tak ada lagi lelucon bodoh yang kau lontarkan. Tak ada lagi serpihan serpihan kenangan yang kau ciptakan. Yang ada hanya aku, rindu, dan kenangan tentangmu.

Kali ini aku yakin bahwa bayanganmu telah hilang. Aku pikir dengan berbohong semua akan kembali baik baik saja. Kembali seperti saat aku tak tahu siapa namamu. Saat aku masih kental dengan ligas indonesia ku.

Sampai akhirnya banyak orang yang mengingatkanku tentang sosokmu. Dan bayangan itu hadir dengan senyum paling mengesalkan yang menyapa hatiku. Ku pikir kali ini semua akan baik baik saja. Tapi ternyata tidak.

Semakin aku membohongi perasaanku, semakin dalam pula rasa ini padamu. Hingga akhirnya ada seorang kawan yang berkata "Jangan bersifat munafik pada hatimu. Jika cinta ya katakan cinta. Kemunafikan tak akan mengubah perasaanmu yang kian menggebu."

Ku tuliskan kisahku saat aku benar benar terpojok dalam ruang rindu-ku sendiri.........

Lelaki Menyebalkan yang Selalu Ku RIndukan.

Aku merindukanmu. Rindu yang tak pernah kau ketahui seberapa besar aku merindukanmu. Seperti uap pada secangkir kopi. Awalnya memang membumbung tinggi, Namun, uap itu hanya bisa terbang sesaat lalu hilang begitu saja. Tak pernah sekalipun dianggap penting. 

Seperti itulah apa yang ku rasakan. Terkadang rindu ini lebih mirip endapan kopi, yang selalu berada di bawah dan tak terjamah sedikitpun. 

Aku tak merindukan sosokmu. Aku hanya merindukan sifatmu yang selalu membuatku tersenyum walau hanya hal sepele yang bodoh. Mau bagaimana lagi. Aku hanya bisa mengenang semuanya sekarang.

Dulu aku sangat menyepelekan kebersamaan kita. Aku yakin tak akan ada rindu yang menggebu. Haha. Ternyata aku salah. RIndu ini bahkan sangat berpengaruh dalam hidupku. Dalam diam aku merindukanmu. 

Tentu saja kau tau bahwa aku sangat merindukanmu. Ya, karna aku yang mengatakan itu bukan? Tapi kau pasti tak tau bagaimana rsanya menahan rindu yang kian menggebu setiap harinya. Kau juga tak tau sebesar apa rindu ini sekarang. 

Lucu ya. Dulu kita seperti anjing dan kucing. Tapi sekarang? Aih aku benar benar merindukanmu. Rasanya seperti aku hidup di tengah gurun pasir yang selalu merindukan tetesan embun. Memang tak mustahil, tapi ku rasa itu berlebihan. 

Kau masih ingat kan bagaimana kita beradu mulut setiap bertemu? Itu yang paling ku rindukan. Setiap kata yang keluar dari mulutmu selalu tak bisa ku bantah. Lelucon bodoh yang selalu membuatku tertawa. 

Aku ingat kau pernah bilang "Kau tak akan pernah bisa mengalahkanku. Dan kelak kau akan merindukan setiap moment bersamaku. Hahahaha." Lalu dengan sinis aku menjawab "Kalok mimpi jangan tinggi tinggi." Haha. Aku salah ya, dan semua perkataanmu itu benar. Sekarang, aku merindukan setiap moment bersamamu. Bahkan hal paling tidak pentingpun selalu ku rindukan. 

Di tempat baruku ini banyak lelaki yang menyebalkan sepertimu. Tapi tak ada satupun dari mereka yang bisa mengalahkanmu.

Kau sahabat terbaikku sampai kapanpun. Lelaki idiot yang tak tau terimakasih dan selalu menghinaku. Lelaki menyebalkan yang selalu membuatku tersenyum. Lelaki yang selaliu menceritakan semua kehidupannya tanpa rasa ragu padaku. Lelaki yang melindungiku dengan sifatnya yang menjengkelkan. Lelaki yang selalu kentut di hadapanlku. 

Aku berharap kau tetap selalu ada untukku. Sampai kapanpun. Jangan pernah berubah. Jangan pernah menutupi apapun dariku. Tetaplah menjadi sahabat terbaikku walau kita jarang bertemu. 

Aku benar benar gadis beruntung. Tuhan telah mengirimkan seorang pelukis bulan sabit dibibirku. Terimakasih. Sekali lagi terimakasih.