Kamis, 28 April 2016

Aku-Kertas-Panggung-Tepuk Tangan.

Jantungku berpacu. Lebih cepat dari biasanya. Terpompa dengan kekuatan maha dahsyat.Tak pernah ku rasakan getaran ini sebelumnya. Rasanya ingin berteriak, tapi itu sia sia. Gejolak ini terus menyerang-ku tanpa henti. Menukik begitu tajam dengan tusukkan yang kuat.

Napasku tak beraturan. Tersengal sengal tanpa tahu cara untuk mengaturnya. Tangan-ku memegang selembar kertas.Mulutku tak berhenti mengucap kata demi kata yang tertulis di dalam kertas tersebut. Mata-ku tak henti-hentinya melirik ke arah kertas-panggung-backstage.  Begitu seterusnya.

Aku duduk di tempat ini bersama orang orang paling menyenangkan. Aku tertawa. Tetapi terasa hampa. Aku menatap. Tetapi semuanya tak ada arti.

Saat sebuah pertunjukan menarik perhatianku, semua organku terasa berhenti bergetar. Ritme jantungku kembali normal. Napasku mulai teratur. Tanganku hanya terasa menggenggam kertas tanpa arti. Mataku hanya terfokus pada panggung. Dan semua kembali seperti biasa.

Aku tersenyum. Aku tertawa. Aku menikmati. Aku tak merasa kosong.

Detik berikutnya? Pertunjukan selesai. Lalu, semuanya kembali seperti awal. Gejolak tak tertahankan. Ini melebihi rasa jatuh cinta tentunya. Benar benar tak terfikir bahwa aku akan merasakan ini semua.

Dan....

Saatnya tiba.....

Semua berjalan ke arah backstage. Pakaian hitam menghiasi tubuh kami. Sebuah jarik melingkar dipinggang kami. Beberapa ada juga yang menggunakan jas dengan wajah ber make up merah. Dan seorang pria yang membawa bendera Merah-Putih dengan kaos putih ditambah warna merah (bercak darah).

Kami berkumpul. Menyiapkan diri masing-masing. Menata mental dan kepercayaan diri. Semua terasa tumpah. Gejolak ku perlahan meredam. Kebersamaan membuat kita semua terasa lebih hangat. Senyum mulai merekah. Canda tawa menghiasi ruangan sempit yang dimasuki sekitar 15 anak.

Tiba tiba.....

MC telah memanggil kami.

Semua menyebar ke posisi masing-masing. Semua terasa santai. Tetapi aku masih memantapkan diri di pinggir panggung. Sebuah kertas tak luput dari genggaman ku, dan genggaman yang lain aku memegang sebuah mic. Mataku melihat kearah semua orang yang duduk.

Musik mulai mengalun. Laghting mulai dimainkan. Semua sudah sesuai. Semua bermain dengan totalitas mereka. Membawa nama baik 'TEATER ZYGOT'.

Aku merenung. Mampu kah aku seperti mereka? Mampukah aku melakukan ini semua? Atau aku hanya membuat semuanya berantakan. Tapi seketika hatiku berkata bahwa aku bisa. Aku bisa melakukan hal se-sederhana ini.

Aku bertekad untuk  menunjukan diriku yang sebenarnya kehadapan orang-orang yang meremehkanku. Mereka orang-orang yang tertawa sinis memandangku sebelah mata. Mereka hanya bisa mengecap ku sebagai orang lemah yang masuk ekskul teater. Mereka menganggap teater tak berguna. Mereka hanya tau namaku tanpa mengetahui apa yang aku punya. Tetapi mereka berani menilaiku. Itu bodoh.

Giliranku telah tiba. Semua amarahku, ku letakkan dalam kertas yang ku genggam. Aku mulai berbicara. Aku berteriak meluapkan segalanya. Aku memaki dalam setiap bait yang ku baca. Aku merasakan getaran ntah apa namanya.

Aku memandang semua orang di hadapanku. Cahaya dari lampu sorot mnerangi sekujur tubuhku. Aku merasa melepaskan semuanya disini. Di atas panggung yang sederhana ini. Semua terasa tumpah. Meluap begitu saja. Terbang bersama getaran dan suaraku.

Totalitas telah ku berikan. Aku mengeluarkan seluruh kemampuanku. Aku memegang kuat tekadku. Aku hanya seorang yang bermimpi mempunyai segudang kemampuan. Banyak orang meremehkanku. Tetapi melalui itu semua, aku dapat menunjukan segala yang ku punya.

Dan akhirnya semua selelsai....

Tepuk tangan riuh mengiringi penutupan kami....

Aku tersenyum. Menatap semua orang bertepuk tangan atas apa yang telah aku-kami sajikan. Ini salah satu tujuan hidupku. Memberikan yang terbaik untuk membuat sebuah simpul bulan sabit di bibir setiap orang. Dan ku rasa aku berhasil.

Ini pengalaman perdanaku.
Rabu, 27 April 2016. (Perpisahan)

Senin, 11 April 2016

Aku Kamu dan Social Media.

Assalamu'alaikum cinta? Kusampaikan salam sederhana ini melalui angin malam. Kutitipkan salam rinduku pada sang surya esok. Dapatkah kau mendengar suaraku? Dalam do'a, ku lantunkan ayat suci Al-Qur'an untuk Sang Ilahi. Sosokmu hadir dalam bayang khayalanku.

Aku memandang rembulan di bumi bagian ini. Apakah kau juga masih melihat sang penerang kegelapan di bumi bagian sana? Aku penasaran. Apa kau baik baik saja? Apa kau sehat? Apa agamu masih kau genggam dengan aturan aturannya? Pertanyaan itu silih berganti menjejali otakku.

Aku beruntung mengenalmu. Mendengar suaramu walau tanpa rupa. Menyayangimu walau tak pernah bertatap muka. Merasa nyaman dengan mu walau aku tak tahu bagaimana rasanya kehangatan disisimu. Ntah ini yang namanya cinta atau memang aku yang begitu malang.

Social media. Ya. Disana kita berjumpa. Membagi sedikit demi sedikit cerita kehidupan. Membuka hati karena rasa nyaman. Dan mengesampingkan rasa penasaran akan sosokmu. Kamu jauh di kota mu sana. Aku? Diam di tempat aku dilahirkan. Kota kecil dengan segudang cerita kenangan tak terlupakan.

Perkenalan merambat menjadi kehangatan hati yang terbelenggu oleh suatu ikatan. Suaramu menghangatkan seluruh indera-ku. Tawamu membekas di hati-ku. Ceritamu membuatku hanyut dan terus hanyut sampai aku tak sadar bahwa semuanya telah tersita oleh dirimu.

Aku jatuh. Jatuh makin dalam dalam jurang yang penuh kehangatan. Aku terpesona. Dan saat aku sadar, hanya kamu yang ku rasa ada.

Begitu hebatnya lelaki sepertimu bisa merenggut semuanya dariku dengan cepat. Kurasa tak seharusnya aku berkenalan dengan mu. Social media membuatku tak sadar. Berjuta rasa muncul tanpa terkendali. Harapan harapan tak masuk akal menyeruak dengan dahsyat. Aku merintih. Tersenyum getir menatap keadaan.

Dan aku sadar. Aku jatuh cinta.

Bisa bisanya gadis bodoh macam aku ini percaya dengan social media. Pertemuan yang diimpikan setiap pasangan menjadi abu abu di mataku. Kehangatan saat kita dapt bertatap mata untuk saling menguatkanpun tak pernah ku bayangkan.

Senyumku getir. Mataku nanar. Semunya telah usai. Aku sadar rasa ini harus segera terhapus. Bagaimana pun caranya. Kesadaran akan kejamnya social media memenuhi setiap sudut otakku.

Saat aku bangkit. Dia berkata bahwa hatinya telah terbuka lebar untukku. Kata katanya menyayat. Getir dan pedih.

Dan akhirnya........ AKU LULUH.

Ku biarkan hatiku terbuka. Ku siapkan singgasana paling agung untuk lelaki social media-ku. Ku tutup telingaku dengan omongan orang orang.

Sekarang. Aku hanya merasa bahwa hatimu untukku dan hatiku untukmu. Ya sesederhana itu. Aku telah menjagamu dengan baik. Aku percaya sepenuhnya. Aku mencintaimu atas dasar kepercayaanku. Aku membelamu karena mereka tak tau bagaimana merasakan kehangatan tanpa saling menatap.

Kisah cinta abu abu ini cukup Aku-Kamu-Social Media yang tahu. Lainnya? Biarkan mereka berkomentar! Mereka haus akan kehangatan. Mereka hanya melihat apa yang kuperlihatkan. Dan tak akan melihat sedalam apa semua yang kita lewati.

2 Tahun lebih kita menjalaninya. Ku tambahkan kesabaranku. Ya kita sama sama egois karena RINDU. Biarkan rindu menjadi musuh terbesar hubungan kita. Lalu biarkan sang waktu menyelesaikannya.

Salam rindu dariku untukmu. Semoga rindu tak merusak segalanya.