Rabu, 15 Juli 2015

Rindu Ini Menyiksaku.

Selamat malam pujaan hati. Bagaimana kabarmu? Baik kah kau disana? Aku merindukanmu.

Sejuknya udara malam akhir Ramadhan ditambah dengan rintik hujan yang membuyarkan kesunyian berhasil membuatku mengingat tentangmu. Hembusan angin malam yang menentramkan jiwa membawa ingatanku kembali mengenangmu.

 Jiwaku sama sekali tak bisa tenang. Semakin aku menikmati malam semakin aku memutar kembali memory yang kukubur kala itu. Semuanya seolah sengaja dibuka oleh Tuhan. Seolah Ia sengaja mengirimkan suasana malam ini agar aku tak melupakanmu.

Kita memang dekat, namun keadaan membuat kita harus menjauh. Ntah bagaimana awalnya. Namun aku merasa bahwa kau adalah bulan dan aku matahari. Kita berdua berada di tempat yang sama. Namun takdir tak pernah membuat kita berada di waktu yang sama.

Gemerlap keindahan malam seolah sengaja ditutup oleh awan. Memberikan jarak untuk kita. Bagaimana aku sebagai mentari ini bisa melihat kau sebagai bulan? Jika, awan tak mau aku hanya menantimu dalam diam.

Aku tak ingin menjadi yang lebih dalam hidupmu. Namun dekat denganmu membuatku terasa sempurna. Kekurangan dalam diriku seolah sirna karena sosokmu. Aku mengagumimu. Hanya sekedar kagum.

Aku tak mau memujimu berlebih. Namun kau selalu berhasil membuatku tertawa, walau dalam hal bodoh sekalipun. Itu sudah cukup untuk hidupku.  Tertawa membuatku menghilangkan semua beban. Dan kau adalah salah satu penyebabnya.

Ntah karena apa kau terlihat begitu jauh. Bahkan pandanganku tak sanggup untuk menggapai mu. Aku rapuh tanpa penyangga. Kau memang tak terlalu penting dalam hidupku. Namun bersamamu bebanku terasa hilang.

Otakku berusaha mengabaikan semua itu. Karena otakku sadar masih banyak orang yang bisa membuat aku tersenyum.

Namun nyatanya? Hatiku tak bisa tinggal diam kehilangan sosok yang berbeda sepertimu. Yang membuatku tersenyum memang banyak. Tetapi setiap orang mempunyai tempat masing masih di hatiku. Kau juga. Kau mempunyi tempat tersendiri.

Maaf jika aku egois. Namun aku tak bisa menahannya lagi. Aku masih bisa mencegah otakku. Tetapi aku tak bisa mencegah hatiku.

Aku bukan seseorang yang pandai membohongi diri sendiri. Jadi aku selalu kalah jika bertarung dengan hatiku sendiri. Rindu ini memang tak besar namun kekosongan hati yang kau tinggalkan memang terasa hampa.

Aku bagaikan senja tanpa warna jingga. Hampa dan tak berwarna. Kosong tanpa arti. Bagaikan kopi tanpa semerbak harumnya yang khas.

Kekosongan ini sunggu terasa luar bisa. Kehilangan memang selalu menyakitkan, karena kau sudah ada tempat tersendiri di hatiku. Tak istimewa, tetapi begitu bermakna.

Aku tak pernah berharap lebih atau bagaimanapun. Tetapi dengan hadirnya dirimu, hidupku terasa lebih bermakna.

Semakin aku mengingatmu, semakin aku melihat sikapmu yang acuh. Seolah kita tak pernah kenal. Aku yakin itu bukan dirimu. Apakah tubuhmu sudah dikuasai iblis? Atau makhluk seperti kyubi?

Aku benar benar merindukanmu. Yang membuat hariku penuh tawa dan berwarna.

Kekosongan ini mengajarkanku arti kehilangan. Bagaimana caranya menghargai orang lain. Bagaimana cara memperlakukan orang lain seperti aku memperlakukan diriku sendiri. Atau masih banyak lagi.

Ku tegaskan sekali lagi. Ada satu tempat kosong di dalam sana. Masih ada namamu didalamnya. Kembalilah jika kau mau. Tempat itu akan selalu kosong tanpamu.

Dari mentari yang ingin bersama dengan bulan. Dari gadis yang merasa kosong tanpa hadirmu. Gadis yang kehilangan sosokmu dan tawa bersamamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar