Prolog.
Dua
hati yang saling berharap dan saling mendoakan dalam diam. Selalu berpelukan
melalui do’a yang tak pernah di utarakan satu sama lain. Hanya diam yang
membuat mereka terlihat tak mengenal. Nyatanya? Hati mereka sudah menyatu namun
tak saling tahu. Mereka tak berani bermimpi. Hanya mengagumi dari jauh dan
saling tersenyum dalam diam. Namun Tuhan terlalu sayang. Tuhan satukan mereka
menjadi satu rasa yang diselimuti kehangatan dan pelukan dalam do’a. Mereka tak
perlu lagi menyembunyikan setiap perasaan. Karna saling menunggu tetapi tak
saling tahu itu menyakitkan.
PoV Ishadi Akiko.
Dia
lelaki dengan mata tajam, berpenampilan dingin, dan camera yang selalu
tergantung dilehernya. Lelaki yang kukagumi dari jauh. Pagiku terasa berwarna
di Tokyo ini. Melihatnya dari jendela saja sudah membuat senyum dibibirku. Aku
sadar aku hanya pengagumnya, berharap pun tak berani. Tetapi setiap aku
melihatnya, ia selalu membuatku jatuh cinta setiap hari.
PoV Kitano Gun
Aku
melihatnya masuk ke apartement sebelahku. Rambutnya yang berwarna cokelat tak
terlalu panjang itu terlihat sempurna dimataku.
Aku sudah menjadi pengagumnya dari awal melihat. Tetapi aku sadar, aku
bukan siapa siapa. Berani berharap pun tidak. Memandangnya setiap hari sudah
cukup membuat hariku menyenangkan. Ia selalu membuatku jatuh cinta setiap hari.
***
Semua orang sudah melakukan banyak aktivitas, tetapi Ishadi Akiko masih
setia dengan baby doll pink dengan motif beruang putih yang dipadukan dengan
bunga sakura. Ia hanya membuat coffe late dan melihat orang berlalu lalang dari
jendela apartemennya. Mereka semua selalu menjadi inspirasi dalam hidupnya.Ia
senang melihat keramaian tetapi ia muak jika harus berada di tengah keramaian.
Bunga sakura yang mekar dipadukan dengan harum kopi dengan rasa manis
yang menari di lidah sungguh keindahan tiada tara. Ia masih setia meneguk
setiap kopi dan merasakannya dengan perlahan. Semua terasa membaur dengan
takaran yang sesuai.
Saat matanya masih dimanjakan
dengan keindahan musim semi, tiba tiba
ia menangkap sosok yang tak asing di antara padatnya lalu lalang kota Tokyo.
Lelaki itu, dia manis sekali.
Dengan pipi tirus dan mata tajam yang membuatnya terlihat begitu tampan. Tanpa
sadar Akiko tersenyum. Melihatnya memfokuskan lensa pada salah satu objek,
membuatnya terlihat makin sempurna. Dia lah orang yang membuat pagi Akiko
menyenangkan di Tokyo ini. Hanya dengan melihatnya dari jendela apartemen saja
sudah membuat hari Akiko terasa indah.
‘Dia datang dengan camera yang selalu
dikaitkan di lehernya yang tegap itu. Ahhh dia benar benar membuatku jatuh
cinta setiap hari .Bersamamu adalah mimpi yang selalu ku inginkan. Oh Tuhan.’
Hanya itu yang selalu ia ucapkan dalam hati.
***
Siang ini Akiko bermaksud
mendatangi kawannya Tomiyuki yang membuka salah satu kedai ramen di Shibuya.
Kedainya begitu terkenal karna ramen
yang begitu luar biasa. Tomiyuki juga salah satu orang yang pandai sekali dalam
hal berdagang. Ia mendekor kedainya dengan ornamen ornmen khas jepang dan
memberi beberapa games pada pelangganannya di hari libur seperti ini.
*TING*
Saat lonceng di pintu itu
berbunyi Tomiyuki langsung menghampiri Akiko dengan wajah cerianya. Tetapi
Akiko selalu beranggapan bahwa wajah itu
sangat bodoh. “Moshi-moshi
Tomiyuki-kun.” Sapa Akiko. “Hai Akiko-chan. Bagaimana kabar pangeran mu itu?
Apa kau masih setia melihatnya dari jendela apartemenmu?” katanya sambil
terkekeh.
“Kau ini benar benar menyebalkan ya. Aku ke sini mau menikmati ramen
mu. Bukan membahasnya.” Gerutu Akiko. “Ohohoho baiklah. Akanku buatkan tonkotsu
ramen kesukaanmu. Dan capuchino latte dingin favorite mu.” Jawabnya dengan
lengkap. “Ahhaha kau benar benar menghafalnya.” Akiko tergelak sesaat.
Sembari menunggu tonkotsu yang
dibuat Tomiyuki, Akiko mulai mengamati sekeliling kedai dan memandang setiap orang yang menikmati
setiap suap dan merasakan hangatnya ramen yang dibuat dengan bumbu warisan
keluarga Tomiyuki. Akiko pun mengambil camera dan mulai memfokuskan lensanya ke
hal hal yang menarik.
DEG!
Tiba-tiba saja jantung Akiko
merasa akan meledak ketika lensanya mengarah pada lelaki itu. Lelaki yang
selalu ia kagumi dari jauh. Lelaki yang selalu membuatnya tersenyum setiap
pagi. Tubuhnya terasa membeku dan tak
bergerak sedikitpun.
‘Ia menatapku. Benar benar menatap kearahku.
Apakah ini mimpi? Oh Tuhan dapatkah kau hentikan waktu pada detik ini?’ Akiko terus berceloteh dalam hati dan tanpa
sadar cameranya terus mengarah pada lelaki itu.
“Hei Akiko. Kau ini sedang apa sih? Kenapa mematung seperti itu?” tanya
Tomiyuki. “A K I K O.” Panggil suara itu lagi dengan intonasi yang di perlambat
tetapi semakin keras.
Detik itu juga
Akiko baru tersadar dan bertingkah biasa.
“Kau ini kenapa memanggilku seperti itu?” kata Akiko kesal. “Bagaimana
tidak. Aku sudah memanggilmu 2 kali dan kau tak menjawab satupun.” Jawab
Tomiyuki sembari menyenggol lengan Akiko.
“Ahhhh. Sudah selesai ya ramennya. Sini biar ku makan sekarang.” Tanpa
menunggu jawaban dari Tomiyuki, Akiko langsung melahap ramennya. “Kau ini
kenapa sih?” kata Tomiyuki sembari melayani pelanggan lain.
Tanpa sadar Akiko terus melahap
ramennya dengan cepat. Biasanya ia selalu menemukan kehangatan di setiap suapan
ramen ini. Tapi kali ini yang ia rasakan hanya hambar. Alunan melodi yang
diputar sama sekali tak terdengar. Hanya detak jantung yang bergema disetiap
rongga tubuhnya.
‘Perasaan apa ini? Aku hanya pengagumnya,
kenapa semuanya terasa canggung?’ Katanya dalam hati.
Perlahan ia mulai mendongakkan
kepala dan menatap lelaki dimeja depa itu. Ia benar benar menikmati setiap sendok
ramen yang di telannya. Akiko mulai
mengambil kameranya dan memotret lelaki itu dengan perlaha. Wajahnya bagaikan
pahatan yang begitu sempurna.
Tiba tiba lelaki itu menoleh
lalu berdiri sembari membawa semangkuk shoyu ramen dan sebotol air mineral tak
lupa camera yang selalu tergantung dileher. Tanpa disadari ia berdiri di depan
Akiko. Akiko gugup dan perlahan mendongak. Ia tersenyum.
“Bolehkah aku
duduk di sini Akiko?”
Sontak mata Akiko melotot karna kagetnya dan hampir saja terjengkal
dari kursi. “Ba.... ba... bagaimana....kau.... tau..?” “Oh itu. Tadi kan pemilik kedai memanggilmu.
Jadi aku tau namamu.”
‘Huffttt kukira..... ‘ gerutu Akiko
dalam hati.
“Bagaimana?” tanya Gun lagi. “Haah? Oh iya silahkan.” Jawab Akiko kikuk.
Tanpa berfikir dua kali ia langsung menarik salah satu kursi dan melanjutkan
makannya.
‘Bagaimana aku bisa makan jika keadaan
seperti ini?’ Akiko terus menggerutu
dalam hati.
“Hei namaku Kitano Gun. Panggil saja Gun” Katanya sembari mengulurkan
tangan.“Ohh. Ohh aku Ishadi Akiko.” Akiko benar benar menahan tangannya agar tidak gemetar.
“Oke baiklah. Apa kau juga seorang fotografer?” tanaya Gun memulai
pembicaraan. “Ah aku masih belajar.” Jawab Akiko.“Boleh lihat hasilnya?”
Sontak Akiko sadar bahwa ia baru saja memotret Gun diam diam. “ Tidak.
Eh jangan. Maksudku hasil fotoku tak menarik.”
“Benarkah?” kata Gun. “Ya, aku hanya memotret untuk inspirasi desain
busanaku.” Alibi Akiko dengan cepat. “Apa kau desainer?”tanya Gun terlihat
penuh antusias.“Kurang lebih seperti itu.” Jawab Akiko agak ragu.
“Oh itu mengagumkan.” Senyum Gun terlihat mengembang. Ntah kenapa pipi
Akiko terlihat memerah. “Oh tidak seperti yang kau bayangkan.” Hanya kalimat
itu yang keluar dari mulut Akiko. “Hahaha aku tau bagaimana desainer di Tokyo
ini. Rata rata mengagumkan bukan?” Kata Gun sambil sesekali memakan ramen
dihadapannya “Hahaha baiklah.”
TING!
Bel pintu kedai berbunyi.
Terlihat seorang wanita cantik dengan sweater berwarna hitam dipadukan dengan
celana jeans pendek dan rambut coklat nya yang tergerai begitu indah. Tiba tiba
wanita itu menghampiri meja yang
ditempati Akiko dan Gun.
“Hai Gun.” Suara itu berhasil mengagetkan Gun. “Oh hai. Apa kabar kau
Qila?” Jawabnya setelah melihat wanita cantik yang baru saja datang itu. “Oh
aku lelah sekali. Duduk diam di pesawat selalu membuatku bosan.” Gerutunya yang
tiba tiba duduk di sebelah Gun.“Tetapi Paris masih menawan bukan?” kata Gun
sembari terkekah. “Kau ini selalu saja memikirkan Paris. Hahaha.”
Akiko bingung apa yang harus ia
lakukan. Dan akhirnya Akiko meutuskan untuk menyantap kembali ramennya.
‘Aku benar benar merasa bodoh dihadapan
mereka. Dianggap ada pun tidak. Mengapa hatiku terasa sakit? Ah bicara apa aku
ini.’ Gerutu Akiko dalam hati. Akiko mendengarkan setiap kata yang keluar
dari dua orang dihadapannya itu.
“Bagaimana dengan penampilanku? Kau masih mengaguminnya bukan?” kata
Qila dengan bangga. “Oh tentu saja. Kau selalu terlihat mengagumkan.” Jawab Gun
sambil memandang Qila.
Ntah mengapa tiba tiba
tenggorokan Akiko tersekat dan ia berdeham cukup keras. Bisa dibuktikan dengan
pandangan kaget dari dua orang dihadapannya itu.
“Oh maaf aku tak sengaja. Maaf aku mengganggu kalian.” Kata Akiko
sembari berdiri dan membungkukan badan beberapa kali. “OH tak apa.” Kata Gun.“Tidak tidak. Aku akan
pergi saja. Permisi.” Kata Akiko dengan cepat.
Dengan cepat Akiko ambil jaket dan mulai melangkah menjauh. Baru satu langkah
Akiko beranjak tangannya terasa ditahan oleh seseorang. Sontak ia menoleh
reflek.
“Maaf aku melupakanmu tadi.” Kata Gun. “Apa? Maksudku tak mengapa. Kita
juga baru kenal bukan?” sambung Akiko cepat. “Tidak begitu. Oh ya Qila ini
Akiko dan Akiko ini Qila.” Kata Gun sembali berdiri.
“Ya aku Akiko.” Akiko memperkenalkan diri. “Qila.” Kata Qila singkat. “Bisa
kau temani Qila sebentar? Aku mau kebelakang?” kata Gun pada Akiko. “Oh tentu.”
Akhirnya Akiko kembali duduk.
“Hai.” Sapa Akiko setelah Gun meninggalkan mereka berdua. “Kau siapanya
Gun?” tanyanya agak sinis. “Oh. Kita baru bertemu tadi.” Jawab Akiko seramah
mungkin. “Oh.” Katanya sembari melihat penampilan Akiko. “Kenapa?” tanya Akiko
heran.“Tidak. Hanya menilai penampilanmu saja. Lagi pula Gun tak akan memilih
gadis yang tak tau mode sepertimu.” Katanya acuh.
Mata Akiko terlihat melotot karna kaget. ’What? Tak tau mode? Bahkan aku seorang desainer? Kau saja yang
terlalu simple.’ Gerutu Akiko dalam hati.
Karna percakapan tadi, merekapun
hanya diam dan sibuk dengan ponsel masing masing. Tak lama setelah itu Gun pun
datang.
‘Akhirnya.’ Ucap Akiko dalam hati.
“Maaf menunggu lama.” Ucap Gun sambil tersenyum. “Oh ayo cepat ini
membosankan.” Kata Qila dan menarik lengan Gun.
Ntah mengapa napasku terasa
tercekat dan hampir saja aku berteriak. Untung saja semuanya masih terkendali.
“Baiklah. Tunggu sebentar.” Kata Gun lalu mengemasi barang barangnya.“Kutunggu depan.” Kata Qila
“Oh ya Akiko. Terimakasih untuk waktunya. Dan maaf atas semuanya.”kata
Gun sembari menemasi barangnya. “Oh ya aku juga terimakasih. Tak apa.”
“Bagaimana kita bisa bertemu lagi?” tanya Gun sembari mengalungkan
kameranya ke leher. “Aah? Bertemu?” kata Akiko kaget. “Iya. Aku ingin melihat
desain desainmu.” Jawab Gun santai.
“Kalau begitu datang saja di pameran busanaku. Sabtu di Harajuku pukul
7 malam.” Kata Akiko.
“Baiklah aku akan datang dan duduk paling depan. Arigatou Akiko-kun.”
Jawab Gun “Oh baiklah semoga kau tak terlambat. Arigatou Gun-kun”
Gun berjalan keluar dan melambai
ke arah Akiko. Ntah mengapa mata Akiko tak dapat berpaling darinya. Setiap
gerakan kecil yang Gun ciptakan terasa begitu indah. Caranya berbicara,
berjalan, makan, oh sungguh luar biasa menurut Akiko.
***
Sesampainya di apartement Akiko
terus saja memikirkan kejadian sehari ini. Mimpinya yang selalu ia anggap
terlalu tinggi sekarang menjadi di depan mata. Beberapa kali ia menampar
dirinya sendiri agar ia tahu bahwa semua ini bukan mimpi. Camera nya selalu
dilihat karna ia berhasil mengabadikan wajah lelaki dengan lekukan yang begitu
sempurna.
Tak lama ponselnya berdering.
Dengan malas Akiko pun mengangkat nya.
“Moshi moshi.” Sapa seseorang
disebrang sana. “Ya Kazuto Oneesan. Apa ada masalah?” jawab Akiko dengan malas.
“Kau lupa Akiko? Desain bajumu kurang 2. Dan besok kau sudah harus
memamerkannya.” Jawab Kazuto dengan nada membentak. “Ahh aku benar benar lupa.
Maafkan aku. Aku janji akan selesai sebelum acara dimulai.” Dengan cepat Akiko
mematikan ponselnya dan berlari menuju meja tempatnya mendesain busana busana.
“Bagaimana aku bisa lupa.
Bukankah tujuanku keluar untuk mencari inspirasi tadi. Ahh Akiko kenapa kau
ini.” Akiko terus memaki dirinya sendiri. “Baiklah aku harus mulai dengan
inspirasi. Hmm bagaimana jika.... Ah aku tau, Gun. Ya dia inspirasiku.”
Akiko pun mulai mengambil
secarik kertas, beberapa pensil warna, dan cat air. Tangannya mulai melukis
mengikuti aliran ide yang dipancarkan melalui otaknya. Gambaran Gun muncul
menjadi inspirasinya. Matanya yang tajam, penuh keramahan, kesopanan, stay
cool, terlihat dingin namun begitu hangat, dan semua yang menjadikannya sosok
sempurna di mata Akiko.
Saat semua indranya bekerja.
Bayangan Qila tiba tiba muncul dan membuat semuanya kacau. Wajahnya yang kecil
nan manis, gaya nya yang sangat kental dengan gaya barat, rambutnya yang
mengombak dengan apik, namum berbeda jauh dengan sikapnya yang acuh, sinis,
memandang sebelah mata. Oh itu benar benar membuat Akiko geram.
“Ah aku tak bisa jika seperti
ini. Kata kata gadis itu membuatku marah. Bagaimana Gun bisa sedekat itu dengan
gadis culas sepertinya. Apa mereka berpacaran? Ah tapi mengapa Qila baru pulang
dari Paris? Apa mereka sudah menikah? Oh jangan jangan mereka mempunyai anak di
Paris? 2 anak mungkin. Oh atau 4 anak. Lalu mengapa Gun memuji karier ku
sebagai desainer? Apa karna ia membutuhkan desainer untuk busana Qila? Atau dia
hanya sekedar basa basi? MENGAGUMKAN. Dia berkata karierku mengagumkan. Ohh
tunggu. Gun berkata karier ku mengagumkan, ia juga berkata penampilan Qila
mengagumkan. Ohh aku benar benar gila sekarang.” Pikiran pikiran aneh keluar
dari otak Akiko.
Dan akhirnya ia hanya berhasil
membuat satu desai. Luar biasa memang, tetapi ia membutuhkan dua desain. Atau
acaranya akan gagal. Sedangkan sekarang sudah pukul 3 sore. Akiko harus cepat
membuat desain dan mulai mencari kain serta pernak pernik untuk menambah
keanggunan busananya.
“Aku harus memesan semuanya lalu
mencari inpirasi di Harajuku sekarang. Benar benar tak ada waktu untuk tidur.”
Keluh Akiko.
***
Akiko sudah sampai di Harajuku.
Berkeliling kota Harajuku mencari semua bahan dan berada di kereta sungguh
melelahkan. Ia butuh ketenangan dari secangkir latte.
Tanpa berfikir panjang, Akiko
mulai mencari kedai kopi yang nyaman. Tak perlu menunggu lama. Ia sudah berdiam
diri di salah satu kedai dengan secangkir latte panas dengan sepiring unagi.
Kedai yang tenang dan suara
melodi yang dilantunkan sungguh membuat orang orang stres seperti Akiko betah
berlama lama disini. Ia mulai mencoba mebuat desain. Dengan semua kenyamanan
dan kehangatan dipadukan dengan suasana kota Harajuku yang begitu ramai dengan
remaja yang berpakaian ala anime membuat semuanya terasa kontras. Namun benar
benar menyatu hangat dalam ingatan dan hati setiap pengunjung.
Setengah jam kemudian Akiko baru
saja membuat 1 desain busana yang ia perlukan. Kekontrasan suasana kota
dijadikan Akiko sebagai dasar dari busananya. Akiko membaurkan semua rasa dalam
satu model gaun yang begitu indah.
Ia benar benar merasa puas
dengan hasilnya. Busana terakhir ini akan dijadikannya sebagai icon dalam
peragaan busananya besok.
Ia memutuskan untuk membeli
beberapa bahan yang dibutuhkan dan mulai memadukan semuanya dirumah. Suasana
hatinya sudah kembali menjadi indah dan sejenak ia berhasil melupakan gadis
berparas malaikat ber jiwa evil itu.
***
Setibanya di rumah ia langsung
menjahit semuanya dengan penuh antusias . Busana terakhir ini harus dibuat
sedetail mungkin. Ini adalah peragaan pertamanya. Dan Akiko harus membuat semua
mata terpana dengan hasil karyanya. 1 bulan ia menata semuanya.
Sekarang sudah tengah malam,
namum jemari Akiko belum mau beranjak dari gaunnya. Matanya sudah tak sanggup
lagi terbuka namun tekadnya begitu besar untuk menyelesaikan semuanya dalam
waktu semalam.
“Hoaammm. Oh Tuhan bantu mataku
terbuka. Ini hanya kurang sidikit saja. Aku sudah kenyang memunum 8 gelas kopi.
Hoaamm.” Gerutu Akiko.
KRING!
Tiba tiba bel apartement Akiko berbunyi.
Sontak membuat semua organ Akiko kembali bekerja.
“Siapa yang bertama di tengah
malam seperti ini? Oh apa itu hantu? Jangan jangan ia tak suka aku masih
menghidupkan lampu apartement ku di tengah malam. Apa ia akan mencekikku? Oh
Tuhan lindungi aku.”
“AKIKO BUKA PINTUNYA! AKU TAHU
KAU BELUM TERLELAP. INI AKU KAZUTO.” Suara itu terdengar dari luar.
“Hufftt. Dia lagi. Untuk apa
lelaki itu datang tengah malam. Sungguh membosankan.” Kata Akiko sembari
berjalan kearah pintu dengan malas.
GREK!
“Untuk apa kau datang di tengah
malam seperti ini. Kan sudah ku bilang. Busana itu akan ku selesaikan
secepatnya. Kau tak perlu menghantuiku dengan datang tengah malam oneesan. Lagi
pula....” belum sempat Akiko melanjutkan, Kazuto sudah masuk ke dalam apartement
Akiko. “Siapa yang mau membahas busanamu bodoh.” Sambung Kazuto.
“Apa? Kau kesini bukan untuk
menanyakan hal itu?” tanya Akiko melotot. Tentu saja bukan.” Jawab Kazuto tanpa
rasa bersalah. “Lalu?” Akiko mulai geram dengan tingkah kakak nya ini. “Aku
tahu kau tak kan tidur jika deadline seperti ini. Dan kau akan menghabiskan
bercangkir cangkir kopi semalaman. Lalu paginya penyakit maag mu selalu saja
kambuh. Sebelum itu terjadi, aku akan menyuruhmu berhenti melakukan itu semua.
Cepatlah tidur. Aku yang lanjutkan busanamu.” Jawab Kazuto tenang.
“Sejak kapan kau tak
menjengkelkan?” Akiko terkejut dengan tingkah kakaknya. “Aku kan desainer
terkenal jadi selalu memahami pemula sepertimu bodoh.” Jawab Kazuto dan mulai
melanjutkan busana Akiko. “Apa kau bilang? Bahkan desainku akan lebih baik
darimu. BODOH.” Akiko mulai merasa direndahkan. “Sudah sana tidur. Nanti kau
bisa mati di penuhi cairan kopi.” Kata Kazuto tak peduli.
Tanpa berfikir dua kali, Akiko
memasuki kamarnya dan tidur dengan tenang. Terkadang ia merasa beruntung
memiliki kakak seperti Kazuto. Namum sikapnya yang menyebalkan selalu membuat
Akiko muak.
***
Pagi ini Akiko bangun kesiangan,
padahal ia ada janji dengan model model untuk busana fashion show nya nanti
malam. Ia beranggapan ini semua salah Kazuto. Kazuto sama sekali tak
membangunkannya, padahal ia tahu bahwa Akiko sudah ada janji.
Pagi Akiko benar benar melelahkan.
Ia membawa busananya sendiri. Padhal sudah di pinjami mobil oleh Kazuto, namum
ia sudah terlambat hampir 4 jam. Akiko mulai mengendarai seperti pembalap.
Dua puluh menit kemudian Akiko
baru sampai di tempat yang sudah di sepakati.
‘Oh Aku benar
benar tak punya nyali menampakan wajahku didepan mereka.’ Kata Akiko dalam
hati.
“Moshi moshi. Maaf saya
terlambat untuk 2 busana terakhir.” Sapa Akiko walau ia merasa malu. “Dasar
payah.” Kata Kazuto tiba tiba. “Kazuto Oneesan!!” Akiko benar benar kesal
dengan kakanya itu.
Setela meminta maaf berkali kali
semua model sudah mengenakan busana busana karya Akiko. Semuanya berlatih
berlenggak lenggok dengan busana Akiko. Ia benar benar menunggu malam nanti.
Akiko berharap tak ada kesalahan sedikitpun.
Siang berganti sore dan sorepun
berganti malam. Akiko merasakan semuanya berjalan dengan sangat cepat. 15 menit
lagi acaranya segera dimulai, kursi pun sudah dipenuhi orang orang yang ingin
melihat karyanya. Banyak desainer desainer ternama yang menghadiri acara ini.
Akiko benar benar gugup. Keringat dingin mulai keluar.
Akiko merasa senang karena cita
citanya terwujud. Dan yang pasti ia benar benar melihat Gun di deretan bangku
terdepan sesuai janjinya. Yaps Akiko tak menemukan Qila. Itu membuat nya merasa
lega.
Tak lama, acarapun dimulai.
Akiko mulai memperkenalkan diri dan menjelaskan ide ide dari rancangannya. Ia
juga memperkenalkan kakaknya Kazuto yang memang sudah lebih dulu terjun ke
dunia desain. Acaranya berlangsung sesuai rencana. Tak ada yang salah
sedikitpun. Akiko melihat semua mata takjub dengan hasil karyanya.
“Inilah busaha icon malam ini
dan kita sambut desainer kita malam ini. Ishadi Akiko.” Kata MC diiringi tepuk
tangan di sana sini.
Akiko mulai menaiki panggung dan
mendeskripsikan busananya. “Baik. Ini adalah busana Icon untuk acara saya malam
ini. Saya merancang busana ini terinspirasi dari Harajuku. Ya. Tempat ini
begitu indah ditambah dengan para remaja yang berpenampilan colourful. Tetapi
disisi lain, saya menemukan kenyamanan dan kehangatan dari secangkir kopi dan
nuansa salah satu kedai yang begitu memeluk raga saya. Nuansa ramai dan
kehangatan saya padukan menjadi desain busana ini. Setiap warna yang saya
ciptakan memberikan kesan gemerlap keramaian kota sedangkan setiap lekukan
memberikan kesan anggun, lembut bahkan penuh kehangatan. Begitulah cara saya
melihat Harajuku ini. Penuh keramaian dan hala hal hangat yang tersembunyi. Terimakasih.”
Akiko mengakhiri kalimatnya dan disambut tepuk tangan riuh dari para penonton.
Acara pun selesai. Akiko
mendapat banyak tawaran untuk bekerja sama. Rasa bangga menyelimuti dirinya.
Bintang bintang ternamapun ikut memesan busana busana darinya. Ntah mengapa ia
sama sekali tak merasa lelah.
Semua orang telah kembali ke
rumah masing masing, tetapi masih ada seseorang yang masih setia menanti di
salah satu bangku penonton. Sedari tadi ia hanya memandang Akiko dari kejauhan.
Karena penasaran Akiko mendekati orang tersebut.
Betapa terkejutnya ia melihat
Gun masih berdiam disana. “Gun-kun.” Sapa Akiko penuh keheranan. “Moshi moshi
Akiko-kun.” Jawabnya ramah. “Mengapa kau masih ada disini?” tanya Kaiko heran.
“Tentu saja menunggumu tidak sibuk. Aku ingin mengobrol denganmu.” Jawab Gun
“Mengobrol?” tanya Akiko
meyakinkan.
“Ya mengobrol. Ngomong ngomong
busana mu tadi luar bisa mengagumkan. Sudah ku bilang kan, rancanganmu pasti
mengagumkan.”puji Gun.
‘Oh Tuhan
hatiku pasti meledak di dalam sana. Oh jangan biarkan ia melihat pipiku. Aku
yakin pipiku sudah mirip tomat.’ Gerutu Akiko dalam hati.
“Oh benarkah? Terimakasih. Tetapi masih banyak yang lebih mengagumkan
dariku.” Jawab Akiko. “Kau sudah pantas berada di jajaran orang orang
mengagumkan Akiko-kun.” Katanya dengan antusias. “Kau ini bisa saja.”
“Bolehkah aku berfoto dengan perancang mengagumkan sepertimu?” tanya
Gun. “Ah apa? Berfoto bersamaku?” sontak Akiko pun merasa tubuhnya terbang ke
langit. “Ya tentu saja. Ini moment yang bagus bukan?” tanya Gun. “Oh baiklah.”
Setelah percakapan yang membuat Akiko tak bisa bernafas itu akhirnya
mereka pulang bersama dengan kereta sembari berjalan jalan menikmati suasana
malam di Harajuku.
“Oh ya Akiko, lusa aku mengadakan acara pameran hasil fotoku di Shibuya
kau bisa hadir?”Kata Gun tiba tiba. “Apa? Maksudnya kau mengundangku?” tanya
Akiko meyakinkan dirinya sendiri. “Ya. Tapi jika kau tak ada waktu tak apa.”
Jawab Gun segera “Oh tidak. Aku tak ada acara apapun. Jika ada pun aku akan
membatalkannya. Malam ini kau juga menonton pertunjukanku, jadi akupun akan
datang ke acaramu.”
“Oh ya. Karna pembukaan hanya orang orang tertentu yang dapat maasuk.
Jadi, ku berikan undangan ini agar kau dapat masuk.” Kata Gun menyerahkan
undangan. “Wah kau baik sekali.” Balas Akiko.
Tak terasa kereta sudah sampai di stasiun Tokyo. Obrolan ringan mereka
benar benar harus berakhir.
“Mau ku antar sampai rumahmu?” tawar Gun. “Oh rumahku di Yufuin. Disini
aku tinggal diapartement.” Jawab Akiko. “ Yufuin? Desa yang bentuk rumahnya
mengadaptasi dari dongeng dongeng itu?” tanya Gun heran. “Yaps. Orang tuaku
tinggal di sana.” Jawab Akiko. “Lalu apa kau mau ku antar ke apartementmu?”
tanya Gun lagi. “Oh tak usah, ini sudah larut malam. Biar aku naik taxi saja.”
Jawab Akiko.
“Benarkah? Kau tak keberatan?” Gun agak ragu. “Tidak. Aku biasa
menggunakan taxi. Lagi pula kau harus istirahat untuk acaramu lusa. Oh itu
taxi. Aku pamit dulu. Arigatou Gun-kun.” Kata Akiko sembari memasuki taxi. Dari
jendela Akiko melihat Gun melambaikan tangan.
***
Sesampainya di depan apartement
ia melihat sepasang sepatu yang sangat ia hafal. Dengan malas Akiko membuka
pintu.
“Moshi moshi. Aku pulang.” Kata
Akiko malas. “Dari mana saja kau? Ini hampir larut dan kau baru pulang. Acaramu
baru saja selesai, mengapa berkeliaran dengan lelaki tak kau kenal itu?” oceh
Kazuto tanpa henti. “Apa apaan kau ini oneesan. Adikmu ini baru saja pulang. Biarkan tubuhku istirahat.
Baiklah, tadi aku berkeliling Harajuku untuk mencari makan lalu menunggu kereta.
Ngomong ngomong lelaki tadi sudah kukenal. Dan dia baik.” Kata Akiko sembari
memasuki kamarnya lalu mengunci pintu. “Hey aku belum selesai Bodoh.” Kata
Kazuto berusaha masuk ke kamar Akiko. “Dan ingat, si Bodoh ini baru saja
menampilkan fashion show nya yang pertamanya dengan sukses.” Teriak Akiko.
***
Pagi ini Akiko bangun dengan
badan pegal. Ia merasa tak sanggup berdiri, tetapi ia ingat bahwa apartement
nya sangat berantakan karna urusan fashion show nya kemarin. Dengan malas ia
keluar kamar, tiba tiba matanya menangkap gambaran bahwa semua ruangan terlihat
rapi dan bersir. Tak ada manik yang berserakan, tak ada kertas bahkan semuanya
telah kembali ketempat semula.
Akiko membuka matanya lebar
lebar. Ia mencubit pipinya beberapa kali. Ia yakin ini hanya mimpi, karna
semalam Akiko melihat barang barang berserakan disana sini.
Tiba tiba matanya menangkap
gambaran secarik kertas di atas meja makannya. Kertas itu berisi “Hei Bodoh.
Kau pasti bangun siang, dan aku yakin badanmu terasa sakit. Kakakmu yang tampan
ini sudah merapikan apartementmu yang lebih mirip gudang. Aku juga membelikanmu
Ikra Grukan Sushi, Sake Nigiri Sushi, dan Shoyu Ramen. Kau bisa buat latte
sendiri kan? Aku malas membuatnya karna aku tak tau takaran untukmu. Tertanda
Kazuto tampan.”
“Dasar Bodoh. Kau selalu
mengertiku.” Kata Akiko setelah membaca pesan dari kakaknya. Akiko langsung
melahap semua makanan yang dipesankan Kazuto.
“Oh baiklah. Hari ini aku akan
ke salon Haruka Oneesan. Lalu memilih baju untuk acara Gun besok malam.” Kata
Akiko pada dirinya sendiri.
***
Setelah puas memanjakan diri dan
memilih baju Akiko langsung menuju ke apartement dan mulai membuat desain untuk
busana busananya kedepan. Tak lupa ditemani latte dingin favoritenya.
“Gun. Oh aku tak bisa melupakannya
sedetikpun. Latte ini benar benar hambar. Kenapa aku ini? Selalu menunggu malam
nanti. Oh Tuhan semuanya terasa terbang.” Ucap Akiko sambil menari menari di
atas tempat tidurnya.
***
Malam
yang ditunggu Akiko pun tiba. Ia benar benar mempersiapkan semuanya dengan hati
hati. Undangannya tak lupa ia cek terlebih dahulu. Malam ini Kazuto tak mau
membiarkan Akiko pergi sendiri.
Sesampainya di Shibuya Kazuto
membiarkan Akiko masuk sendiri. “Kau tak mau masuk?” tanya Akiko. “Tidak. Yang
diundang kan kau bodoh. Mana mungkin aku lancang masuk.” Kata Kazuto acuh.
“Baiklah. Aku masuk dulu ya oneesan. Hati hati di jalan. Arigatou.” Kata Akiko
sembari meninggalkan mobil.
Setelah masuk kedalam gedung
Akiko mulai melihat beberapa hasil potretan dari Gun. ‘Oh ini mengagumkan. Dia benar benar berbakat. Sungguh luar biasa.’ Kata
Akiko dalam hati. Setiap detail yang dihasilkan terasa begitu nyata dan penuh
rasa. Seperti memiliki pesan pesan
tersendiri dalam setiap foto.
Yang membuat Akiko heran adalah
banyak sekali gambar wanita dengan rambut tergerai, rambutnya memang tak
terlalu panjang namun setiap foto berhasil menutupi wajahnya. Akiko denar benar
penasaran dengan gadis itu. Awalnya ia berfikir bahwa itu Qila. Namun rambut
Qila lebih panjang dari itu.
Foto pertama menggambarkan
suasana kedai ramen yang familiar di ingatan Akiko. Gadis itu tengah menyantap
ramen dan menundukan kepala.
Foto selanjutnya gadis itu masih
sama, ia terlihat berjalan di antara orang orang yan berlalu lalang. Ia membawa
banyak kantong belanjaan dari toko toko bahan serta aksesoris. Akiko mengenal
tempat itu, yaps itu adalah Harajuku. Namun gadis itu sedang menolehkan
kepalanya ke arah kanan dan angin berhasil menerpa rambutnya. Alhasil wajahnya
sama sekati tak terlihat.
Kali ini fotonya terlihat
berbeda. Rambut gadis itu dikuncir kebelakang. Memberi kesan ia terlihat sangat
cantik. Tempatnya di kedai yang terlihat begitu nyaman dan tenang. Sayangnya
gadis itu menghadap ke sisi lain dari kamera. Ditangannya ada pensil warna dan
ia terlihat sedang menggambar sesuatu dengan penuh antusias. Hingga coffe dan
sushi di depannya terlihat tak berkurang.
Foto berikutnya gadis itu
terlihat berbeda. Dihiasi gaun putih diatas lutut yang di padukan dengan
bleazer hitam. Kali ini ia menghadap ke arah samping dan itu berhasil
memperlihatkan separuh wajahnya. Sungguh lekukan wajah yang terlihat sempurna.
Ia tersenyum dengan mata yang berbinar binar.
Sampai saat ini Akiko masih
menyelusuri setiap foto yang ditampilkan disana. Dan ia belum menemukan siapa gadis
itu. Dan mengapa wajahnya selalu tak terlihat penuh?
Tiba tiba terdengar suara riuh
dari tengah gedung. Akiko berhasil melihat Gun di sana. ‘Ia benar benar tampan dengan kemeja abu abu. Badannya yang tegap
sungguh menambah point plus untuknya dimataku. Oh Akiko kau ini hanya salah
satu penggemarnya. Bangun Akiko.’ Kata Akiko dalam hati.
Beberapa wartawan juga diundang
ke acara tersebut. Pertanyaan pertanyaan dapat dijawab Gun dengan tegas. Salah
satunya adalah “Tuan Gun siapa gadis yang ada dalam setiap foto anda? Mengapa
wajahnya tak terlihat? Apa itu hanya model? Atau inspirasi Anda?”
“Oh dia bukan model. Bahkan
sekarang ia hadir disini. Dia inspirasiku dari dulu. Sudah lama aku menjadi
pengagumnya dari jauh namun baru akhir akhir ini aku dapat berbicara dengannya.
Dia sederhana, apa adanya, dan cantik seperti yang kalian lihat. Aku memang tak
mau ia tau aku menjadi pengagumnya. Jujur aku malu. Maka dari itu aku selalu
berusaha memotretnya tanpa terlihat wajahnya.” Jawab Gun sampil terkekeh.
“Benarkah itu? Lalu apa icon pameran anda malam ini?” tanya salah satu
wartawan. “Baiklah mungkin ini sudah waktunya saya membuka kedok saya menjadi
pengagum rahasianya.”
Terlihat dua bingkai besar tertuup kain putih di keluarkan. “Dia lah
inspirasi saya. Dia yang membuat pagi saya berwarnya. Setiap lekuk dari
wajahnya terlihat sempurna. Dan ia benar benar membuat saya jatuh cinta setiap
hari.”
Kain putih yang menutup bingkai pun dibuka. Akiko merasa terkejut dan
tak tau harus berbicara apa. Disana ada gambar dirinya yang tengah berdiri di
panggung fashion shownya dengan gaun putih diatas lutut dan bleazer hitam yang
sederhana. Dan bingkai kedua adalah foto Akiko bersama Gun setelah acara
selesai. Semuanya benar benar membuat nyawa Akiko terasa melayang.
Mata Akiko tak lepas dari kedua bingkai di depan sana. Mata Gun tak
dapat lepas dari Akiko yang berdiri tak jauh. Sedangkan para wartawan sibuk
memotret semua kejadian itu.
“Akiko-kun. Aku berbicara disini sebagai penggemarmu. Mau kah kau
memaafkan aku karna telah memotretmu secara diam diam? Aku mengagumimu sejak
pertama melihatmu masuk ke apartement disebelah apartementku. Aku mulai
menyukai semua tentangmu. Kau benar benar membuat hidupku berwarna. Kau membuat
pagiku penuh senyuman. Maaf aku baru berani menyapamu akhir akhir ini. Mau kah
kau menjadi teman hidupku?” kata Gun dengan menggunakan mik lalu menghampiri
Akiko yang diam mematung. Ia pun menyerahkan miknya kepada Akiko.
Tanpa berfikir dua kali Akiko langsung memeluk Gun dan berkata “YA”
dalam pelukan Gun. Qila juga hadir di sana. Ternyata Qila adalah kakak Gun yang
tinggal di Paris. Qila hanya ingin mengetahui bagaimana sikap Akiko jika
direndahkan. Bahkan ia masih bisa tersenyum.
Sekarang semua do’a mereka terjawab sudah. Do’a untuk bersama dalam
kebahadiaan. Mimpi mimpi yang dianggap tinggi sudah ada di depan mata.Tak ada
lagi jarak. Tak ada lagi rasa ragu. Semuanya sudah disatukan oleh takdir.
Kini Tuhan telah mengabulkan do’a dari dua orang yang saling mengagummi
namun tak saling tau. Disatukan dalam satu hasrat yang penuh kehangatan.
Ternyata ada yang lebih menyakitkan dari pada menunggu. Yaitu, saling menunggu
tetapi tak saling tahu.
TAMAT.
Keterangan:
-Oneesan
= panggilan untuk orang yang lebih tua.
-Moshi
moshi = sapaan hai ala jepang.
-Arigatou
= Terimakasih.
Entah kenapa di sini Gun terlihat seperti stalker Ishida :3
BalasHapusYa seperti itulsh dia
Hapus